judionlineterbaik - Dua Ultras berbeda dari EL CLasico

 






Sengitnya rivalitas antara Real Madrid dan Barcelona tak melulu soal adu hebat antara pemain dan pelatih kedua tim. Tapi, juga ada persaingan panas antara dua kelompok Ultras dari masing-masing tim.
 
Laga El Clasico merupakan salah satu laga terakbar di dunia. Laga tersebut membawa ketegangan politik dan budaya di Spanyol dari bangsa Catalan di Kota Barcelona dan Madrid sebagai ibu kota Spanyol. Rivalitas antara dua klub itu tidak lepas dari dampak perang saudara Spanyol era kediktatoran Francisco Franco pada 1939 sampai 1975.
 
Dulu, sifat-sifat kedaerahan Catalan terus dibungkam oleh Franco. Secara verbal atau pun non verbal dari kedaerahan Catalan dilarang dalam rezim Franco dalam segi apapun, termasuk tribun sepakbola.
 
Seiring semakin melunturnya rezim Franco, pelan-pelan berbagai macam simbol bangsa Catalan tidak cuma berani ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ranah tribun sepakbola Barca pun sudah pasti tertular. 
 
Tidak jarang tribun Stadion Camp Nou penuh dengan warna bendera Catalan, merah kuning. Walau beberapa kali sanksi berupa denda dari LFP, Federasi Sepakbola Spanyol, maupun UEFA, diberikan kepada pihak klub.
 
Simbol-simbol itu semakin kentara ketika menghadapi Los Blancos dalam pertandingan bertajuk El Clasico. Para rakyat Catalan menunjukan simbolik Catalan sebagai kebebasan ditunjukan kepada Madrid yang notabene salah satu basis kekuatan Franco. Pasalnya dulu Los Blancos seolah menjadi cerminan pada apa yang dikuasai sang diktator tersebut.
 
Ultras Nasionalis dari Ibu Kota Spanyol
 
Sampai saat ini, dendam atas ketidak adilan Franco masih belum diterima sepenuhnya oleh rakyat Catalan. Bahkan referendum kemerdekaan mereka agar lepas dari Spanyol terus diupayakan. Tentu dari segi politik, Madrid tidak ingin begitu saja melepas Catalan karena dianggap bisa mencoreng kedaulatan negara.
 
Rakyat Catalan dianggap telah mencoreng nasionalisme. Seperti apa yang menjadi sentimen Ultras Sur, garis keras suporter Madrid. Ultras Sur didirikan karena dampak dari keberadaan militansi suporter garis keras Sevilla pada 1975.
 
Mereka dibentuk pada 1982 oleh para pendukung sekaligus pengikut kediktatoran Franco. Maka bukan alasan dari fanatisme mereka kepada Madrid dibumbui Ultras nasionalis ala Franco dalam bentuk paham sayap kanan atau fasisme. 
 
Paham-paham garis kanan mereka juga tidak lepas dari relasi dengan garis keras sayap kanan negara lain di Eropa, antaranya suporter Lazio dan Hellas Verona (Italia), Olympique Lyonnais (Prancis), LKS Lodz serta Widze Lodz (Polandia) dan lainnya. Dalam lingkup Spanyol ini, Ultras Sur sangat anti kaum pembangkang negara seperti yang dilakukan bangsa Catalan, Basque dan lainnya sampai sekarang.
 
Maka dari itu keberadaan Ultras Sur di 'Fondo Sur', nama tribun selatan Stadion Santiago Bernabeu, amat membenci pembangkangan rakyat Catalan yang diwakili suporter Barcelona dalam ranah sepakbola.
 
Tapi eksistensi Ultras Sur di Santiago Bernabeu sendiri sedikit berkurang dalam beberapa waktu belakangan ini. Hal itu disebabkan karena para direksi klub sudah muak dengan berbagai macam keonaran Ultras Sur, salah satunya gestur-gestur fasisme yang secara terang-terangan dilakukan mereka untuk menghina lawan.
 
"Dalam aturan-aturan mereka menolak untuk mengutuk rasisme dan kekerasan. Mereka menyabotase nyanyian, spanduk dan ini semua terjadi di dalam stadion. Bagaimana anda bisa hidup melalui semua ini?" ujar Javier Marcos, salah satu koordinator Grade Fans RMCF dalam wawancara esklusif SB Nation.
 
Gestur tubuh dan logo-logo fasisme yang secara gamblang ditunjukan di Fondo Sur menjadi perdebatan dan perpecahan generasi tua dan muda Ultras Sur. Selain itu Florentino Perez, Presiden Madrid, dibuat kesal dengan permintaan jatah akomodasi secara berlebihan laga tandang kesebelasannya. Padahal klub sudah cukup memberikan biaya murah terkait laga ke kandang lawan.
 
Akhirnya para pemain Los Blancos pun dilarang terlalu dekat dengan Ultras Sur dan beberapa akses kepada mereka ditutup. Mungkin hanya Luis Figo, Iker Casillas, Raul Gonzales dan lainnya sebagai generasi terakhir yang pernah berpose membentangkan syal Ultras Sur pada era 1990 sampai awal 2000-an.
 
Era setelah itu, Ultras Sur dianggap sebagai bibit keonaran yang membentuk kekerasan kepada suporter muda. Apalagi jika mengingat insiden gawang dekat Fondo Sur rusak karena ulah mereka pada pertandingan Liga Champions 1998 melawan Borussia Dortmund.
 
"Mereka menggunakan pisau, tongkat baseball... Orang-orang baru berpikir bahwa para pemimpin tua sedang menghasilkan uang dari Ultras Sur. Seteleh sengketa ini, Ultras Sur berada di bawah kendali dan menjadi lebih ganas," beber Marcos.
 
Alhasil jatah 6000 kursi yang dijaga sejak 1980-an dikurangi menjadi ratusan. Para pimpinan Ultras Sur yang dicap onar mulai dipenjara. Setelah itu, rekam kekerasan dan ulah nyeleneh Ultras Sur membuat pihak klub memutuskan mencabut statuta tribun khusus di Fondo Sur dari mereka pada Desember 2013.
 
Kendati demikian aroma-aroma Ultras Sur masih terasa karena sebagian besar dari mereka menyebar ke seluruh tribun Bernabeu. Paling kentara itu di tribun selatan dan tribun Valencia. Tentu saja di luar lapangan mereka masih terus melancarkan protes kepada direksi untuk mendapatkan jatah tribun khusus di Fondo Sur kembali seperti biasanya. Salah satunya adalah membuat grafiti-grafiti di berbagai penjuru kota sebagai bentuk penghinaan kepada Perez.
 
Separatis Catalan yang Tidak Pernah Punah
 
Ketika Ultras Sur terbentuk, setahun kemudian munculah kelompok resmi dari suporter garis keras Barca bernama Boixos Nois. Nama tersebut memiliki arti anak-anak gila. Dalam artian memberikan segalanya untuk mendukung Blaugrana, seperti slogan mereka yakni 'Kesetiaan kepada Barca di atas segalanya'.
 
Sama seperti Ultras Sur, mereka memiliki paham Ultras Nasionalis tinggi dan menempati tribun selatan. Akan tetapi, mereka lebih loyal terhadap kedaerahan dari mana mereka berasal, yakni Catalan. Maka Boixos Nois merupakan cerminan dari separatis Catalan dalam suporter Blaugrana, tapi menentang nasionalis radikal Spanyol.
 
Sementara itu gerakan sayap kiri Boixos Nois didapatkan dari masuknya subkultur Skinhead Neo Nazi Inggris dan Italia. Sementara itu persenjataan dan perdagangan narkotika diadopsi dari Argentina yang biasa disebut Barra Brava. 
 
"Britania selalu menjadi pengaruh bagi kita dan Italia sebagai penyempurna. Itu merupakan sesuatu yang lebih dari kelompok di Barca ini, disertai dengan koreografi yang besar," ujar salah satu anggota Boixos Nois yang dirahasiakan dalam buku Understanding Football Hooliganism: A Comparasion of Six Western European.
 
Pada awalnya, suporter Barca lain selalu kagum kepada Boixos Nois karena sikap kritisnya kepada para pimpinan klub. Salah satunya ketika era kepresidenan Josep Luiz Nunez di era 1980-an sering diprotes karena menggaji pemain dengan harga murah. Akibatnya beberapa pemain bintang Blaugrana kerap hengkang ke klub lain dan rival. Salah satunya seperti Bernd Schuster yang hijrah ke Madrid pada 1988. 
 
Tapi seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan Boixos Nois mulau membuat risih penghuni Stadioun Camp Nou lainnya. Mereka tidak bisa menjaga sikap walau di stadion dihadiri anak kecil. Ucapan kasar yang sering dilontarkan menjadi tiruan generasi para masa depan pendukung Barca di sana. Selain itu menyalakan suar (red flare) secara berlebihan dikeluhkan para suporter Barca yang ingin menonton dengan tenang di Camp Nou.
 
Tentu beberapa alasan tersebut merupakan sebagian kecil dari tindak kekerasan Boixos Nois dengan suporter kesebelasan lain. Salah satunya menuai korban dari kubu mereka sendiri ketika tewas ditusuk anggota Brigadas Blanquiazules (Ultras Espanyol). Pada tragedi 1986 itulah awal mula permusuhan rival satu kota tersebut kian meruncing. 
 
Aksi balas dendam dari Boixos Nois pun baru terlampiaskan pada 1991. Saat itu Frederic Rouquier, anggota Brigadas Blanquizules, tewas ditusuk Boixos Nois. Tahun berikutnya giliran Real Zaragoza yang dibuat kocar-kacir oleh mereka. Beberapa anggota Boixos Nois dengan setelan casual menyusup ke kubu LFN, Ultras Real Zaragoza. Kemudian mereka berkelahi ketika pertandingan berlangsung.
 
Tapi gerakan mereka semakin dibatasi karena dipasangnya kursi di Camp Nou untuk semakin mudah melacak para perusuh. Peraturan itu tidak lepas dari undang-undang UEFA 1993 silam. Lalu tahun berikutnya seluruh suporter garis keras Barca dipindahkan ke tribun utara agar membuat penonton lain lebih nyaman menonton pertandingan di Camp Nou.
Dari situlah cikal bakal kelahiran beberapa suporter garis keras berskala kecil seperti Sang Cule, Almogavers dan Komando Flipper di tribun utara. Tentu masih dalam garis keturunan Ultras Nasionalis kepada Catalan.
 
Juan Laporta, Presiden Barcelona 2003, pun mulai merlarang keberadaan Boixos Nois di Camp Nou. Kemudian para garis keras Catalan itu bereaksi dengan mengecat rumah Laporta dengan ancaman pembunuhan pada Februari 2014. Bahkan Laporta sampai mengedarkan pencarian dengan imbalan uang bagi dua Boixos Nois yang mencoret-coret rumahnya itu.
 
Kendati dilarang eksis di Camp Nou, namun bukan berarti keberadaan mereka hilang seutuhnya. Boixos Nois tetap berada di tribun utara untuk lebih menyatu dengan Almogavers yang tidak kalah galak dengan pendahulunya itu.
 
Tentu masih ingat di dalam kepala ketika gabungan antara mereka dengan suporter AS Roma pada final Liga Champions 2009. Saat itu koalisi antara mereka telah menusuk dua anggota Men in Black, salah satu suporter garis keras Manchester United, di Stadion Olimpico, Italia.
Today, there have been 4 visitors (7 hits) on this page!
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free